“Habibie, dunia ini tidak tuli dan buta. Bahwa, didunia ini terdapat ilmuwan muslim yang mengangkat nama Islam dimata dunia dengan prestasi dan progresifitas.”
-Pengeran
Sultan Abdul Aziz (Saudi Arabia)-
Bj. Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya
provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan nama lengkap
Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini
Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak kecil
beliau telah membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi
spiritual maupun intelektual. Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat
merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah ditinggalkan. Oleh sebab itu,
sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah, sopan dan
tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika,
fisika, kimia, stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai yang
baik sekali.
Pada tahun lima
puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan
beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah
bertekad kepada anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan semaksimal
kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J. Habibie mendengar sendiri malam
ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung delapan bulan
berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya,
bahwa cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan.
Itulah yang membuat Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. “Nak,
kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar negeri. Sudah ada izin dari P
dan K, katanya.” Ibu beliau mengirim Habibie keluar negeri dengan alasan, Saya
memilih Habibie karena anak itu kelihatan lebih serius dalam hal belajar.
Sampai-sampai dibalik pintupun ia bisa membaca buku dengan asyiknya.
Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri tapi
bagaimana lagi waktu itupun, saya harus melepas seluruh uang tabungan, dan sebagai
janda saya tidak memiliki koneksi, sehingga terpaksa saya harus berjuang
sendiri demi anak.”
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah
bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih
payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Sebelum
berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad Yamin selaku Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus kepalanya dan
berkata, “Kamu inilah harapan bangsa.” Nasehat tersebut merupakan ujian yang
harus dilalui dengan sukses oleh B .J. Habibie. Pernah seklai beliau terkapar
sakit dan mendekam di klinik universitas Bonn dikarenakan serangan influenza
yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga selama 24 jam, dalam keadaan
tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit dari bangsal biasa. Namun,
Allah masih memberikan kesempatan bagi beliau untuk meneruskan perjuangannya. Sajak
ini, mengisahkan tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk mencapai
kemakmuran bangsa bukan untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban generasi
bangsa baik individu maupun kelompok.
Memang
tekad suci dan kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar
kesuksesan beliau dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar
Diploma Ing., dengan nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan
gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah
industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon
yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya
besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie
mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang
ia terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Walaupun
sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan keluarga, namun nilai-nilai
spiritual tetap harus didepankan. Beliau tidak pernah lupa sholat lima waktu,
sesekali shalat tahajjud, puasa Senin-Kamis serta menunaikan ibadah haji.
Selama di rantau dalam keadaan rindu kepada Tuhan, di manapun tidak memilih
tempat, ia berhenti untuk berdoa. Beliau ingat dengan ayahnya yang saleh.
Beliau biasa membawa tasbih kemanapun berada. Karena ibadah spiritual merupakan
charge (mengisi tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah kalori dan
energi.
Perjalan hidup B.J.Habibie tidak selalu lurus dan
indah, namun ibarat mendayung di antar ribuan orang pintar pastilah ada cobaan,
tikaman dan hujatan dari orang lain melalui kritik positif maupun yang tidak
membangun. Namun, semuanya beliau atasi dengan tenang serta ibadah spiritul
sebagai charge dalam hidup. Dan, berbakti kepada kedua orang tua bagi beliau
merupakan kunci kesuksesan utama yang membawa beliau kejenjang kesuksesan dan
prestasi baik tingkat dunia maupun Internasional.
dicuplik dan diringkas dari
http://muminatus.blog.com/jilbab-mahkota-wanita/
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus