Langsung ke konten utama

Cinta Tak Harus Saling Memiliki
(NNK/18)



          Kenalkan namaku, Laila Humaira. Teman-teman sering memanggilku, Laila atau cukup dipanggil Ila. Aku cewek bertubuh kecil, berkulit sawo matang, dengan mata yang bersinar, banyak orang bilang aku orangnya imut, supel, banyak bicara, lucu, dan suka makan. Tapi, itu dulu sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan sekarang, aku sudah tumbuh menjadi cewek remaja yang cantik, manis, ramah, sopan, dan tegar menghadapi cobaan. Banyak lika-liku kehidupan yang telah aku jalani. Dari yang menyenangkan, menyedihkan, mengharukan, dan masih banyak lagi.
Cinta. Cinta. Cinta. Satu kata yang bisa mengubah pribadi seseorang. Cinta pertama memang sulit untuk dilupakan. Bohong! Bila orang bisa melupakan cinta pertamanya. Pastilah ada sedikit rasa sayang yang masih bersarang dalam diri orang tersebut. Banyak orang bilang, aku sudah bisa melupakan Ali. Tapi sejujurnya, sulit rasanya untuk melupakan dia.
Berawal dari cinta monyet. Cinta yang tumbuh sejak aku kecil. Tepatnya kelas 4 Sekolah Dasar. Wow! Hebat bukan? Anak sekecil itu sudah bisa merasakan getaran-getaran cinta. Saat itu, tak sengaja pandangan kami saling bertemu. Satu detik, dua detik, tiga detik...... Rasanya ada yang berbeda dari makna tatapan itu. Dulu, langkahku masih malu-malu. Aku sangat tertutup dengan laki-laki. Aku merasa malu bila bertemu dengan laki-laki. Terutama dengan Ali. Kutundukkan kepalaku saat bertemu dengannya. Dadaku panas, hatiku deg-degan, tanganku dingin, dan di perutku serasa ada ratusan kupu-kupu yang terbang disana. Geli rasanya.
Aku suka curi-curi pandang kearahnya. Sewaktu di sekolah dulu, kemanapun dia pergi, pandangan mataku selalu terarah padanya. Dari kelas, menuju koridor, melewati tangga dan berakhir di serambi masjid. Ketika kumasuki masjid, kulangkahkan kaki kananku. Taklupa doa masuk masjid kulafalkan bersama dua temanku, Ida dan Ama. Mereka adalah teman dekatku. Lalu, kuedarkan pandanganku ke sudut-sudut ruangan di dalam masjid. Dan akhirnya pandanganku berhenti pada satu titik. Titik dimana Ali berdiri mematung dengan rambut yang basah oleh air wudhu. Kemudian dia sibakkan rambutnya kebelakang. Lalu diusap wajahnya dan berhenti sejenak untuk menyeru teman-temannya untuk sholat berjamaah.
Tak kusangka, dia menjadi imam kami saat itu. Betapa senangnya hatiku. Kucoba untuk mengkhusyukkan sholatku, walau hanya sholat sunnah dhuha. Aku selalu bersemangat. Karena di saat-saat seperti itu, aku bisa bertemu dan berjumpa dengannya. Walau aku tak pernah menyapa bahkan tak pernah mencoba untuk mengobrol dengannya. Tapi, hanya sebuah senyuman termanis yang selalu kutunjukkan kepadanya, sewaktu kami berpapasan. Akhirnya, sholat berjamaah telah usai. Kulipat mukena dan sajadahku. Lalu kuberjalan menuju serambi untuk memakai sepatu. Tak disangkanya, dia ternyata masih berada disana untuk mengobrol dengan temannya. Tak tahu entah apa yang dibicarakannya. Setelah selesai aku, berjalan menuju kelasku bersama Ida dan Ama. Saat itu, posisiku berada diantara mereka berdua. Kubercanda dan sesekali kulirikkan pandanganku ke Ali. Dia ternyata juga berdiri dan berjalan dibelakang kami. Sambil tertawa terbahak-bahak karena ulah Baim yang sedang melucu disampingnya.
Permainan favoritnya adalah, sepak bola. Dia selalu menjadi andalan kelasnya. Ali dan Baim adalah bintang bola dikelas 4b. Sedangkan bintang kelasku, 4a adalah Rama dan Ari. 4 orang cowok, yang selalu dipandang WOW di sekolahku saat itu. Memang kuakui mereka pintar-pintar. Pintar dalam hal pelajaran maupun unggul di bidang olahraga. Banyak yang mengidolakan mereka. Namun hanya ada satu yang telah membuatku terpana oleh ketampanan paras wajahnya. Memang tipe orang berbeda-beda. Dari keempat cowok tadi. Dialah yang menurutku paling keren. Fahmi Ali Ramadhan.
Dengan rambut model jamur yang dimilikinya yang selalu bergerak naik turun saat berlari atau menggiring bola, dan mata yang berukuran sedang  yang seakan-akan selalu memancarkan sinaran yang teduh. Bibir tipis, kulit sawo matang. Dan satu hal yang paling aku suka adalah melihatnya bermain bola hingga mengeluarkan keringat di samping wajahnya hingga sebesar jagung. Dia kelihatan cowok banget.
***
Pagi itu, kudengar gosip yang menyatakan bahwa Ali menyukai teman sekelasnya, Utik namanya. Yaah, walau umurku masih seumur jagung, tapi yang kurasakan saat itu adalah, hatiku ngilu. Seharian aku hampir tak mau keluar kelas kecuali ada sesuatu yang mengharuskanku keluar. Seperti sholat atau sekedar untuk mengambil makan. Selebihnya aku hanya di dalam kelas. Hingga akhirnya....
“La, keluar yuk!”ucap Ida mengagetkanku.
“Yah, males tauk! Dikelas aja” sahutku menimpali.
“Kamu nggak bosen disini?” Ama menambahkan.
“Diluar panas, sini aja.” Jawabku sekenanya sambil memasukkan buku kedalam tas.
“Yah, Ila gitu deh! Nggak temen ni??? Keluar yuk! Ya ya ya!” jawab Ida sambil menyeret-nyeret lengan bajuku.
“Yaudah deh, terserah kalian aja.”
“Nah, gitu dong. Itu baru yang namanya temen.”
Kulangkahkan kakiku dengan malas. Kuharap aku tak bertemu dengan Utik. Dengar namanya saja, kupingku sudah panas. Ya memang sih, ini bukan salah Utik. Tapi, aku cemburu mendengar berita gosip itu. Dan kuharap gosip itu tidak benar. Semoga.
DEG! Aku terpaku melihat Ali sedang berdiri diam menghadap ke arah kami. Aku hanya melemparkan senyum simpul yang biasanya.  Dan betapa bahagianya aku, Ali membalas dengan senyuman yang super manis. Hatiku, DEG! Serasa ada kupu-kupu yang menari-nari di perutku lagi. Aku suka bagian ini. Tapi, langsung kupalingkan mukaku. Dan bergaya sok serius dengan obrolan Ida dan Ama.
Akhirnya, bel pulang berbunyi. Aku, Rama, Dani, Shyanti,dan ninda pulang bareng. Saat pulang, aku selalu melewati depan kelasnya. Saat aku berjalan menuju tempat biasa aku menunggu angkot, kulihat Ali dan Baim sedang duduk ongkang-ongkang sambil bercanda ala mereka. Aku yang melihat mereka hanya tersenyum melihat tingkahnya.
Aku heran, kenapa mereka tidak langsung jalan pulang saja. Padahal angkot yang seharusnya Ali tumpangi sudah berseliweran sejak tadi. Dan Baim hanya tinggal jalan pulang saja. Tapi, buat apa dipikir. Itu juga nggak masalah bagiku. Aku malah seneng melihat mereka disana. Dan akhirnya angkotku pun datang. Kami berlima masuk kedalam angkot yang sama. Aku, Ninda, dan Shyanti duduk dibelakang. Sedangkan Rama dan Dani duduk di depan dekat dengan sopir. Itu sudah menjadi kebiasaan bagi kami. Memang benar, aku agak malu dengan yang namanya laki-laki. Tapi, hal itu yang selalu Sekolah kami ajarkan kepada murid-muridnya. Untuk selalu menjaga pandangan terhadap lawan jenis.
Aku, Rama, Dani turun di Pakelan. Sedangkan Shyanti dan Ninda, turun di gangnya masing-masing. Orang tuaku kenal akrab dengan orang tuanya Rama. Ibuku selalu berpesan dengan Ibunya Rama untuk selalu pulang bersama. Walau saat pulang bersama, aku jarang untuk mengobrol dengan mereka. Biasanya, dari pakelan aku meneruskan dengan angkot KMK bercat merah biru. Tapi, ingin rasanya aku pulang naik bis. Karena bis yang aku cari-cari tak kunjung datang, Dani yang sudah bosan menunggu meminta Rama untuk pulang duluan. Tapi, hebatnya Rama, dia memang teman yang setia kawan. Aku mendengar bisik-bisik mereka.
“Ram, pulang yuk! Capek tau! Udah nunggu dari tadi. KMK udah banyak yang lewat! Kamutu nunggu apa to? Udah meh lumutan ni!” ujar Dani dengan sewot.
“Sebentar, nunggu Ila. Diakan cewek.” Katanya sambil menunjuk-nunjuk kearahku.
Aku yang mendengar bisik-bisik mereka, hanya tersenyum senang. Tak lama setelah itu, bis yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Mereka berdua duduk di belakang dan aku duduk di bagian bangku tengah.   
Sesampainya dirumah, kuhempaskan badanku ke kasur. Baju seragam masih melekat di badanku. Belum sempat aku ganti baju. Pikiranku melayang saat kejadian tadi pagi.  Saat aku mendengar gosip itu. Tapi, apa boleh buat, aku harus tetap maju. Jangan cengeng atau nyerah dengan hal ini. I must go on.
***
“..... mau pindah to?”
“iya po?”
Bruk! Kuletakkan tas gendongku di kursi paling depan. Aku menghampiri Ida dan Ama yang sedang asyik mengobrol dengan Ely teman kelas sebelah. Ely adalah teman dekat ku juga sekaligus saudara jauhku. Tapi, karena kelas 4 kita berpisah, yaaa kita jadi jarang ngobrol aja. Tapi tetep jadi temen kog. Dan saat itu Ely adalah teman dekat Baim dan Ali. Ely memang orangnya sederhana dan mudah bergaul. Jadi, tak heran, kalau baim dan Ali jadi teman dekatnya.  Aku iri sih, kalo aja dulu aku sekelas sama Ely. Mesti aku juga jadi temen deket mereka. Karena dari kelas 1-3 aku selalu sama Ely terus. Yah, tapi mau gimana lagi. Hal itu telah berlalu.
“DER!”
“Masya Allah, Ila! Kamu tu ngagetin aku aja!”
“Hehe, kan bercanda to..”
“Eh, La! Kamu tau nggak kalo si Ali bakalan pindah ke Semarang. Dia ngikut orang tuanya.”
JEDUERRR! Bagaikan petir yang menyambar langit di pagi yang secerah itu. Aku masih belum percaya dengan kabar itu. Baru satu minggu yang lalu aku mendengar gosip buruk itu. Tapi, sekarang gosip yang dulu sudah mulai mereda, eh! Malah sekarang diganti dengan gosip gila itu. Seketika setelah aku mendengar berita itu, ekspresi wajahku berubah. Kaget banget!!
“Ha??!! Yang bener? Kok bisa?”
“Haduh! Kan tadi Ely dah jelasin! Kamu dengerin nggak to?”
“Hehe, oh iya ya!”
Sepertinya, mereka tidak sadar rengan berubahnya rona wajahku. Memang soal ini, aku tidak banyak cerita dengan siapapun. Karena aku takut akan ada gosip yang menyebar. Haduh, lemes rasanya mendengar berita itu. Pindah? Semarang? Aduhh!!! Jauh! Aku pasti akan merindukan senyumnya, gocekkan bolanya, dan keringat yang selalu membasahi wajahnya. Aduuuhhhh!!!! Aku nggak mau ini semua terjadi!  Ingin rasanya aku bilang, ALI! AKU SUKA KAMU!!!
***
Seminggu sebelum kepindahannya, Rama dan Ari menggadakan lomba liga sepak bola antar kelas. Itu adalah ajang liga persaudaraan. Seraya menunggu orang tuanya menggurus surat-surat kepindahannya, Ali dipaksa oleh teman-teman sekelasnya untuk mengikuti pertandingan itu. Pada awalnya, dia tidak mau ikut. Tapi, karena hanya tinggal beberapa hari saja dia tinggal disekolah ini, maka dia tidak mau mengecewakan teman-temannya.
Kelas kami mengeluarkan jagoan-jagoan yang hebat-hebat. Ari adalah kapten dari kelas kami. Sedangkan, kelas 4b, Ali lah yang menjadi kaptennya. Dari rumah aku telah menyiapkan selembar kain putih bekas. Kemarin sepulang sekolah, aku disuruh Ari untuk membawa kain itu. Katanya dia akan membuat sebuah bendera. Yang bergambarkan lambang grup kelas kami. Aku setuju-setuju saja. Dan mengiyakan tawarannya. Pagi ini, aku membawakan pesanannya. Dengan lihainya, Ari menggoreskan cat-cat bewarna di atas kain putih itu bertuliskan “Ayo Maju!PATANGAR”. PATANGAR adalah kependekan dari “emPAT   A   saNGAR”. Dengan bangganya, Ari menempatkan bendera itu disamping gawang kami.
Pertarungan pun dimulai. Aku, Ida, Ama, dan Ely yang duduk disampingku, setia melihat pertandingan itu. Sesekali kami berteriak karena jagoan kami hampir memasukkan gol kearah lawan.
“El, kamu jagoin yang mana?” Tanyaku sambil melihat Ali menggiring bola.
“Wah, nggak usah ditanya! Jelas 4b dong! Kalau kamu, La” jawabnya sambil makan bekal siangnya.
“Aku? Emm,,, yang mana ya?? Aku bingung!”
“Kenapa bingung? Kan tinggal bilang aja kamu jagoin kelas kita, 4a. Iya nggak, Ma?”
“Iya La, kamu nggak mihak kelasnya sendiri?”
“Hem, gimana ya?? Aku bingung!”
“Yah, nggak setia kawan ni!”
“Ehm, yaudah deh, aku dukung kelas kita! Ayo PATANGAR! Semangat!!!”
Sebenarnya, aku benar-benar bingung mau memilih yang mana. Kelasku atau Ali. Tapi, bagiku siapa yang menang, siapa yang kalah, yang penting aku tetap dukung mereka semua. Saat ini, sedang kulihat Baim memberikan kode kepada Ali untuk mengoper bola kepadanya. Sret! Operan bola Ali tak meleset. Tepat! Terkena kaki kanan Baim. Baim dengan sigap menggiring bola ke gawang kelasku. Lagi-lagi dengan kode yang sama, Baim agaknya mau menendang bola itu ke sebelah kanan gawang. Tapii, tanpa diduga, dari belakang, Ali berlari dan ternyata, Ali-lah yang akan menendang bola itu ke sisi kiri gawang. GOOOOL!!! Gawang kelasku kebobolan. Dengan teknik tipuan Baim dan Ali, kelas 4b menjadi unggul 1 skor dari kelasku. Kedudukan 1-0 untuk kelas 4b.
Tak gentar, kelasku tetap bermain dengan santai. Tak terpancing emosi lawan. Pelan tapi pasti. Babak pertama pun berakhir. Ari, sebagai kapten mengumpulkan teman-teman untuk diajak berunding dan menyusuun sebuah strategi. Kelas kami, tak mau kalah dengan kelas sebelah. Pertandingan pun dimulai kembali. Ari, memulai dengan mengoperkan kepada Rama. Tembakan jitu. Kemudian Rama dengan lihainya menggiring  bola hingga melewati 4 pemain dari tim lawan. Kemudian, dia mengoper kepada Maul. Dengan tendangan jarak jauhnya, Maul menendang bola tersebut ke gawang lawan. Dan ternyata, bola mematul mengenai pinggiran gawang. Gol pun gagal dibuat. Tak cukup sampai disitu, kelaskupun melakukan serangan-serangan susulan. Tapi, hingga sepuluh menit sebelum pertandingan selesai, kelasku belum membuahkan satu gol pun. Sekarang, posisi bola ada di kaki Ali. Dan di depan Ali ada Ari yang hendak merebut bola itu. Dengan sliding-tacklenya Ari, bola berhasil direbutnya. Dan dengan sigapnya, Ari langsung menedang bola tersebut. Dan akhirnya Gool!! Saking gembiranya, aku meloncat dan memeluk Ely sahabatku. Ida dan Ama hanya melihatku dengan tatapan aneh. Tapi, mereka juga ikut senang. Hingga pertandingn berakhir, skor masih sama yaitu 1-1. Dan kemudian, diteruskan dengan pinalti. Karena ini adalah pertadingan persahabatan, kami menganggap, kita semua adalah juara. Tidak peduli menang atau kalah yang terpenting adalah kita semua senang.
Sepulang sekolah, kulihat Ely tidak langsung pulang, dia bersama teman sekelasnya yang lain masih berada di sekolah.
“Ly, nggak pulang?”
“Kita mau latian paduan suara, buat perpisahan kelas untuk Ali besok. Ini ide dari Bu Wati. Dan si Ali nggak tahu kalau kita ada latihan. Kejutan buat dia”
“Memang, mulai kapan dia pindah sekolah?”
“3 hari lagi.”
Hatiku berdenyut mendengar kata 3 hari lagi ang keluar dari mulut Ely. Setelah dia menjawabnya, aku langsung pulang bersama temanku yang sudah menuggu sejak tadi. Seperti biasa, kulihat Ali masih duduk sendiri di tempat aku menunggu angkot. Tapi, Baim tidak bersamanya. Tadi, aku masih melihat Baim di sekolah. Sepertinya dia juga ikut berpartisipasi dalam pesta perpisahan untuk Ali. Dan tanpa ada sapa menyapa, hanya diam yang menyelimuti pertemuan kita. Angkot yang aku tunggu pun berhenti di depanku. Kutolehkan kepalaku kepadanya. Senyum kuulumkan pertanda bahwa aku pulang duluan. Ali kemudian berdiri dan menganggukkan kepala dengan senyum yang masih seperti biasa. Mungkin suatu saat nanti aku akan merindukannya. 
***
Hari yang aku tak nantikan datangnya pun tiba, hari dimana Ali akan pindah dari sekolahku. Perasaanku saat itu campur aduk. Antara galau, sedih, bingung, dan bimbang. Saat ini, pelajaran seni musik. Aku dan teman-teman ditugaskan untuk maju kedepan dan menyayikan sebuah lagu daerah. Setelah menunggu giliran, akupun maju. Lagu yang kunyanyikan adalah ‘Buka Pintu’. Saat aku akan memulainya, kutarik nafas dalam-dalam, kupejamkan mata dan
Buka pintu buka pintu....
Beta mau mau masuke... Siolah nona nona beta
Adalah..... Dimukae....
Jegrek! Kulihat jendela kelas terbuka dan dari dalam kelas, terlihat kepala temanku menyembul dari luar. Bina namanya. Dia melihatku, aku yang sedang menyanyi kaget. Dan langsung otomatis diam. Teman-teman sekelas tertawa melihat tingkahnya. Bina memang terkenal nyentrik orangnya, dia juga nggak bisa diem, suka ngebanyol, dan lucu banget. Kalau nggak ada dia kelasnya nggak rame. Kudengar Bina mengatakan bahwa suaraku merdu. Lalu, Bu Sari menyuruhku untuk menyanyi kembali. Aku pun meneruskan nyanyianku.
Buka pintu buka pintu....
Beta mau mau masuke... Siolah nona nona beta
Adalah..... Dimukae.... Ada anjing gonggong Betae,,,,
Ada hujan basah.....
DEG! Kulihat Ali dan Baim keluar kelas dan melihatku. Mereka berhenti di depan pintu kelasku dan melihatku. Mereka tersenyum dan membuatku grogi. Hingga aku lupa apa yang sedang aku lakukan. Aku lupa lirik selanjutnya. Lalu aku hanya diam dan memandang Ali. Aku tersenyum. Bu Sari pun menegurku.
“La, kok berhenti kenapa ? itu bagus! Lanjutkan! Nggak hafal liriknya?”
“Hehe, itu bu.. Anu bu... itu lho! Ada Ali sama Baim di pintu. Bikin saya lupa. Hem, iya saya lupa liriknya.. hehe saya ulang ya bu” akupun menyalahkan mereka.
Mereka yang merasa dituduh, langsung nggak terima. Tapi, karena nggak mau ambil pusing, mereka langsung ngibrit ke kelasnya. Sepertinya kelas 4b sedang pelajaran kosong. Dari tadi kulihat banyak anak yang berseliweran. Dan kudengar mereka berceloteh diluar kelas mengomentari suaraku dan teman-teman. Untuk suaraku dikomen merdu. Hatiku senang sekali. Aku mendapat tepuk tangan yang keras dari seisi kelas. Tak menyangka, teman-temankelas sebelah yang mendengar suaraku juga ikut bertepuk tangan.
Saat jam makan siang disekolahku, aku tidak berselera makan. Aku mengantri untuk mengambil makanan di ruang dekat kantor guru. Kulihat dia sedang asyik makan. Kutundukkan kepalaku, demi menjaga kehormatanku sebagai wanita. Kuambil makanan dan memilih kelas sebagai tempat untuk menghabiskan makananku. Makan selesai. Dilanjutkan sholat. Dan jam terakhir dimulai. Hingga bel pulang berbunyi. Kumemilih tetap tinggal dikelas. Sekarang sudah separo anak kelas memilih pulang dan sisanya menunggu detik-detik kepergian Ali, termasuk aku. Akupun keluar kelas. Melihat kelas 4b sedang menyanyikan lagu untuk Ali. Dan Bu Wati memberikan kenang-kenangan berupa sebuah tas dan baju bola kesukaan Ali. Barang tersebut hasil patungan kelas 4b. Aku tahan air mata yang hampir keluar. Dan kemuadian kelas 4b berfoto bersama. Kulihat, Ali sedang gelisah. Seperti sedang mencari seseorang. Kuputuskan untuk pulang saja. Kuajak Ninda untuk menemaniku pulang. sedangkan Rama, Dani, Syanti masih memilih untuk pulang nanti.
Sesampainya dirumah, aku menangis dan mengambil bantal untuk kubenamkan kepalaku disana. Untung saja, ibu belum pulang. Nenek dan adikku sepertinya sedang tidur siang. Jadi kutumpahkan semua isi hatiku. Kuambil buku diary yang kusimpan rapi di dalam wadah kotak di almari bagian atas. Kucurahkan semua isi hatiku diatas kertas yang bewarna kelabu karena tetesan air mataku itu. Jegrek! Kudengar suara pintu garasi dibuka. Langsung kuusap air mataku dan berpura-pura tidur. Walau suara sesenggukan sisa tangisku kadang masih terdengar, sepertinya ibuku terlalu capek. Hingga tak menyadari bahwa aku sedang menangis.
***
‘Ayo semangat! Bangkit! Jangan mau kalah sama dia! Kalu dia bisa aku juga bisa!’ kutanamkan semangat dalam diriku agar aku bisa ceria seperti sedia kala. Kalau dia pindah dan jadi orang sukses, maka aku juga harus semangat! Agar aku bisa sukses!
Itu adalah pikiran sewaktu aku SD. Motivasi yang selalu ibu ajarkan kepadaku. Dan kucoba bangkit dan menanamkan semangat baru dalam diriku.
***
5 tahun kemudian.......
Aku sudah hampir lupa dengan Ali. Memang, pada awalnya, aku masih merindukan dia. Aku sering menanyakan bagaimana kabar tentangnya dengan Ely. Tapi Ely juga tidak tahu menahu tentang dia. Tapi, yang membuat aku penasaran tentang dia adalah, siapa yang dia sukai. Ely selalu kucecar pertanyaan-pertanyaan tentang hal itu. Tapi dia sudah janji untuk tidak menceritakan kepada siapapun. Oke aku hargai tentang itu. Hingga akhirnya, saat aku kelas 9. Aku diberi tugas oleh guru converstationku untuk menceritakan siapa cinta pertamaku dengan bahasa inggris. Dan aku pun teringat kembali olehnya. Oh, GOD!!  Kenangan itu muncul lagi.
Saat pesanren kilat kelas 9, Ely membeberkan semuanya. Berita yang membuatku kecewa setengah mati. Aku benar-benar kecewa. Kecewa. Kecewa. Dan kecewa. Ternyata, selama 5 tahun lebih aku menantikan jawaban dari sebuah teka-teki yang selalu membuatku penasaran, dan ternyata Ely telah berhasil menutupi sebuah harapan yang selama ini aku  tunggu. Ternyata, Fahmi Ali Ramadhan yang dulunya lucu dan manis itu telah menyukai gadis belia saat duduk dikelas 4 sd. Gadis yang beruntung tersebut adalah Ila. Yup! Dia Ila. Tepatnya Nadhifa Nurlaila khoirunisa. Aku yang mendengar berita itu, langsung jatuh terduduk di lantai Aula SMPku. Saat itu, aku sedang berhalangan untuk tidak sholat. Jadi kami dikumpulkan di Aula dan tidak  diberi tugas apapun. Hingga akhirnya, aku kaget mendengar berita tersebut. Kenapa baru sekarang aku tahu? Kenapa Ely tega?! Kakiku bersimpuh, dengan posisi kepala tertunduk dan kututup wajahku dengan kedua tanganku. Aku menangis saat itu. Hatiku toba-tiba pilu. I don’t know why.
Aku nggak habis pikir, setega itukah Ely padaku? Mungkin baginya, hal itu tidak penting, tapi, bagiku, bagiku itu penting! Gimana enggak? I Love him very much at that time. And I don’t know, if he loves with me too, it will be so sweet if we know each other. But now?! Apa? Apa yang aku dapat? APA! Hanya kekecewaan yang ada. Relung hatiku kembali terisi olehnya. Kilasan-kilasan masa-masa silam itu seperti hadir kembali dalam benakku. Senyumnya, gigi gingsul dan gigi kelincinya, rambut jamurnya, I can’t forget him. Until now, I always smile if I remember about his appearance. His so cute, I think!
Tapi, apaboleh dikata, cinta itu tidak harus saling memiliki. Dan apabila mungkin sudah jodohnya, nanti juga pasti akan dipertemukan kembali dengan cara-Nya. Yang terpenting sekarang adalah, tetap berpikir positif dan maju terus. Dan selalu ciptakan kesan dan jangan ikuti jejak yang tertinggal!
*selesai*
(^_^)

Komentar

  1. Nadhifaaaa, sumpah, saya gak bisa berhenti ketawa ini baca ceritamu wkwkwkwk
    *duh dek, SD udah ngomongin cinta aja kamu, dhif :p
    hayo hati-hati lhoh yah :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbak sebenernya ini cerpen udah ada edisi lama. karena lucu, yaudah nana posting..
      mbak baca semua isi blognya Nana ??
      saya puber lebih cepat berarti wkwkwkwk
      #malu banget ketauan deh..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Edisi Baper ((pake)) Banget

Dari dlu nana anti banget memulai sms, WA, atau komunikasi sejenis itu. kecuali nana memang lagi butuh banget., Akhir akhir ini,, Nana sering banget punya niatan untuk memulai suatu percakapan dengan seseorang, Tapi apa yang terjadi ?? Setiap barisan kalimat yang udah coba nana susun, ataupun barisan kata yang udah nana rangkai,,  Ku sentuh tanda silang yang ada di bagian kanan bawah hpku,, Kutekan sekuat-kuatnya hingga semua karakter terhapus. Kemudian, Nana tekan back dan garuk-garuk kepala yabg sebenarnya nggak terasa gatal Hehe. Parah bgt.. cupu sekali aku.. Perasaan apa ini bun.. Alhamdulillah masih ada filter di dalam hati ini. masih ada kawan yang selalu menegurku,, Masih ada rasa tak enak hati... Nana tau kok.. dan nana sekarang sedang berusaha dan selalu mengusahakan untuk tetap memendam rasa ini dalam diam.. Aku menyayangimu dalam doa :") Terimakasih yang telah membuatku bahagia dengan pesanmu yang tiba tiba datang dimalam itu...

Galau?? Tanya pada dirimu Sendiri!!

Hari ini, alhamdulillah sudah selesai uas.. Ditutup dengan soal yang unpredictable... Tapi sudahlah.. Pasrahkan saja... Nana ceritanya sekarang lagi galau... Wkwkwkwk.. Entah kenapa virus itu iba tiba melanda.. Virus galau... Tag line anti galauku ga manjur.. Tapi walau aku galau... Senyum selalu terukir dari bibir manisku.. #wkwkwkwk

Allah Ternyata Masih Sayang ... :")

Bruk!! Brak!! Astagfirullah, Ya Allah… tolong … a.. aa.aa (kemudian kupejamkan mata). Seketika itu kurasakan seolah ada seseorang yang berusaha membangunkan badanku. Kulihat siapa dia.  “Oh, bu, bentar, saya coba berdiri sendiri saja,” mendengar kataku, ibu-ibu berhati malaikat itu melepaskan rengkuhan kedua tanggannya di badanku yang seolah sedang berusaha untuk membantuku berdiri. Dan well, aku bisa berdiri sendiri, berarti tak ada luka yang serius batinku. Flash Back…. Pukul 8.00 nana tiba dirumah, kemarin nana habis jalan jalan ke bandung bareng rombongan KMT. Sepulangnya nana capek. Barang bawaanku beranak, ga Cuma punya nnana doing, tapi punya temen sekamar beranaknya minta ampun. Syaifillah. Ya dia adalah temen sekamar nana. Blanjaan oleh olehnya Subhanallah banget. Buanyaaaaaaaakkk Buangetttt.. okkelah untung nana kemarin ke kampus membawa motor, jadi pulangnya ga ribet. Oh iya, nana sesampainya di kos, tepar capek banget, tapi seneng lihat foto foto nana...